International Labour Organization (ILO) memperkirakan tingkat pengangguran global akan meningkat antara 5,3 juta hingga 24,7 juta pada tahun 2020 ini. Sebagai perbandingan, krisis keuangan global tahun 2008 yang lalu juga telah berdampak pada naiknya tingkat pengangguran hingga 22 juta.
Meskipun perkiraan ini berasal dari data prediksi dan simulasi, namun tren yang ada memang menunjukkan kenaikan substansial dalam pengangguran global. Disamping naiknya angka pengangguran, pekerjaan di sektor informal juga cenderung mengalami peningkatan tajam selama krisis berlangsung.
Penurunan aktivitas ekonomi dan pembatasan aktivias sosial juga telah secara nyata berdampak pada industri jasa dan manufaktur. Data terbaru dari China menunjukkan bahwa total nilai tambah perusahaan industri manufaktur di Tiongkok ini turun 13,5 persen selama dua bulan pertama tahun 2020.
Pasokan tenaga kerja ini menurun disebabkan oleh kebijakan karantina dan penurunan kegiatan ekonomi secara umum. Kerugian terbesar tentu dihadapi oleh kaum buruh dan pekerja. Menurut perhitungan ILO, nilai kehilangan pendapatan para pekerja ini berkisar antara 860 hingga 3.440 miliar USD.
Hilangnya pendapatan tenaga kerja ini akan berimbas langsung pada konsumsi barang dan jasa yang turun. Bukan hanya konsumsi akan menurun, namun para pekerja ini juga rentan jatuh dalam kategori miskin atau hidup di bawah garis kemiskinan.
Siapa yang paling rentan?
Sayangnya, krisis ekonomi yang dipicu oleh pandemi ini kemudian diperparah oleh ketimpangan sosial ekonomi yang sebelumnya sudah parah. Dampak ekonomi COVID-19 ini menjadi tidak proporsional pada segmen populasi tertentu, yaitu bagi mereka yang termasuk kelompok paling rentan.
ILO mengidentifikasi setidaknya ada lima (5) kelompok masyarakat yang paling terpukul dengan adanya Pandemi COVID-19 ini.
Pertama, mereka yang memiliki masalah kesehatan dan berusia lanjut. Golongan pertama ini lebih terancam keselamatan jiwanya lebih daripada kelompok sosial yang lain. Keterbatasan fasilitas kesehatan, tenaga medis, dan kapasitas atau akses perawatan kesehatan menyebabkan sulitnya penanganan untuk kelompok pertama ini.
Kedua, kelompok usia produktif. Jika kelompok usia lanjut terancam dari sisi daya tahan kesehatan dan penanganan penyakitnya, maka mereka yang masuk golongan muda terancam menjadi pengangguran terbuka dan terselubung. Kelompok kedua ini lebih rentan terhadap penurunan permintaan tenaga kerja sebagai efek dari penurunan aktivitas ekonomi global. Mereka yang masih bertahan di pasar tenaga kerja pun terancam penurunan jam kerja yang berimbas pada penurunan penghasilan.
Ketiga, kelompok perempuan. Banyak perempuan yang bekerja di garda depan penanganan COVID 19 ini yang terancam keselamatan jiwanya, seperti para suster, dokter, dan layanan kesehatan lainnya. Jumlah perempuan yang bekerja di sektor jasa (58,6%) juga lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (45,4%), sehingga ketika sektor jasa ini turun, maka perempuan inilah yang paling pertama terdampak.Perempuan juga kurang memiliki akses ke perlindungan sosial dan akan menanggung beban yang kurang proporsional.
Keempat, pekerja informal yang tidak memiliki jaminan sosial dan asuransi. Termasuk dalam kelompok ini adalah wiraswasta dan pekerja lepas yang kemungkinan tidak memiliki akses ke mekanisme cuti berbayar atau sakit, dan kurang terlindungi oleh mekanisme jaminan sosial konvensional.
Kelima, buruh migran. Kelompok terakhir ini sangat rentan terhadap dampak krisis COVID-19 ini karena mereka kemungkinan tidak dapat lagi mengakses tempat kerja mereka di negara tujuan atau untuk kembali ke keluarga mereka di tanah airnya.
Tingkat pengangguran yang meningkat sangat pesat ini tentu membutuhkan perhatian yang sangat serius dari negara-negara di seluruh dunia. Tuntutan perlindungan dan jaminan sosial meningkat tajam sekaligus mengalami koreksi besar-besaran, baik dari sisi sistem maupun mekanismenya.
Salah satu tuntutan yang paling besar adalah permintaan penerapan Jaminan Penghasilan Dasar Universal atau Universal Basic Income (UBI) sebagai salah satu solusi jangka pendek maupun jangka panjang untuk persoalan pandemi dan resesi ekonomi global yang sudah di depan mata ini.