Social Democratic Capitalism (SDC)

Negara manakah yang paling berhasil dan selamat mengarungi berbagai krisis sosial, ekonomi, dan politik di era modern ini?

Menurut Lane Kenworthy (2020), pemenangnya adalah negara-negara yang menerapkan kapitalisme dalam sistem ekonominya, mengadopsi demokrasi dalam sistem politiknya, dan memiliki sistem jaminan sosial yang unggul untuk melindungi seluruh warga negaranya (negara kesejahteraan).

Integrasi ketiga pilar utama inilah yang kemudian disebut Kenworthy sebagai Social Democratic Capitalism (SDC). Sistem ini dianggap telah mampu meningkatkan standar dan kualitas hidup bagi sebagian besar penduduknya, serta mendorong kesetaraan di berbagai bidang kehidupan. Perpaduan antara pertumbuhan ekonomi, kebebasan, dan jaminan perlindungan sosial (di masa sulit maupun normal) ini, menyuguhkan sebuah tata kehidupan masyarakat yang dianggap ”ideal” di tengah ketidaksempurnaan sistem ekonomi dan politik global hari ini.

Kampiun SDC ini – dengan amat mudah ditebak – tentu saja disandang oleh negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Finlandia, Norwegia, and Swedia.

Kesuksesan negara-negara ini dalam menjaga kesejahteraan ekonomi di satu sisi dan stabilitas sosial-politik di sisi lainnya, ternyata telah memunculkan anggapan bahwa sistem SDC ini “hanya dapat berhasil” di negara-negara skandinavia ini. Tidak mungkin untuk direplikasi di negara lain, apalagi negara-negara dengan penduduk besar seperti Amerika Serikat atau Indonesia.

Benarkah SDC tidak dapat direplikasi?

Kenworthy menyebut pemikiran seperti itu hanyalah MITOS belaka. SDC sesungguhnya sangat mungkin diadopsi dan bahkan kini telah diadopsi sebagian – atau setengah hati – oleh negara-negara kapitalis maju lainnya.

Karakter negara penganut SDC ini memang unik dan berbeda dengan negara kapitalis maju lainnya. Termasuk, pendekatan mereka – warga negara dan para pemimpin politik – dalam menyikapi berbagai permasalahan yang dihadapi.

Sebagai contoh, ketika pertumbuhan ekonomi nasional meningkat, pendapatan warga negara naik, maka warga Skandinavia ini berlomba-lomba untuk membeli asuransi demi meminimalisir kehilangan (potential loss) di masa depan. Dengan permintaan asuransi yang demikian pesat, pemerintah di negara-negara ini pun tidak lantas menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar, namun berlomba menyediakan program asuransi publik yang ramah terhadap warganya, terutama kelompok yang paling rentan dan berpendapatan rendah.

Tak hanya dalam soal pensiun, dalam hal asuransi kesehatan dan pendidikan, negara-negara Nordik ini pun terus meningkatkan anggaran publik mereka seiring dengan meningkatnya kekayaan atau pertumbuhan ekonomi negaranya. Banyak pengeluaran pemerintah yang dibelanjakan untuk mendanai asuransi publik ini. Mereka ingin memastikan bahwa setiap warga negara dapat dilindungi ketika mereka mengalami kesulitan, seperti jaminan hari tua, subsidi pengangguran, jaminan kesehatan, subsidi untuk transportasi, dukungan untuk penyandang disabilitas, dan lain sebagainya.

Semakin kaya negara itu, semakin besar porsi anggaran mereka untuk welfare. Lalu, semakin sejahtera negara itu, ada kecenderungan untuk semakin demokratis. Semakin demokratis, maka tentu akan semakin inklusif (terhadap perempuan, imigran, dan menjunjung tinggi kebebasan individu).

Menurut Kenworthy, kesejahteraan (wealth) itu merupakan hasil dari beberapa sebab (sistem ekonomi pasar, pemerintahan yang stabil dan berpihak pada warga, dan ilmu pengetahuan) dan konsekuensi/akibat dari pilihan tersebut (hasrat untuk melindungi diri dari kerugian, menjunjung tinggi kesetaraan dan kebebasan individu).

SDC, seperti diungkapkan di atas, mengandung ciri demokrasi, kapitalisme, pendidikan yang maju, perlindungan sosial yang luas, dan serapan tenaga kerja yang tinggi. Menurut Kenworthy, ciri-ciri yang melekat pada sistem dan kelembagaan Social Democratic Capitalism inilah yang dianggap sebagai contoh baik dalam sistem bernegara di era modern ini.