The Coming Age of Imagination, How Universal Basic Income Will Lead to an Explosion of Creativity

Phil Teer (2020) mengajak kita untuk berimajinasi agak jauh. Ia mengajak kita membayangkan suatu masa dimana teknologi akan mampu memenuhi ”segala” kebutuhan manusia – tentu sembari tetap menjaga keberlanjutan dan keseimbangan lingkungan. Manusia akan tetap bekerja, tapi hanya pekerjaan-pekerjaan yang disukai dan diinginkan saja. Tidak ada lagi “bullshit jobs” atau pekerjaan-pekerjaan yang merendahkan martabat orang. Pekerjaan beresiko dan berbahaya pun semua akan dilakukan oleh komputer, mesin dan robot.
Bayangkan ketika puncak kemajuan teknologi itu kemudian mampu dikelola dan dijadikan alat produksi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia serta seluruh penghuni planet ini. Pada titik itu, apa lagi yang musti kita lakukan? Jawaban dari pertanyaan “iseng” itu ternyata sungguh menarik. Teer berargumen bahwa yang akan terjadi adalah ledakan ide-ide dan inovasi yang luar biasa. Mengapa demikian? Karena manusia pada dasarnya adalah penghuni planet bumi yang paling kreatif.


Kemampuan manusia untuk menciptakan ide-ide baru hampir tak bisa dibendung. Dalam kondisi penuh keterbatasan saja, kreativitas manusia bisa demikian luar biasa. Apalagi, jika kondisi serba terbatas itu dapat diperbaiki dan diubah menjadi kondisi yang serba berkecukupan. Kelangkaan diubah menjadi serba mungkin. Salah satu cara untuk menaikkan potensi dan ide-ide kreatif baru itu ternyata adalah dengan memberikan jaminan penghasilan dasar (UBI) bagi semua orang. UBI ini akan memberikan rasa aman secara finansial dan kebebasan pada setiap orang untuk memilih pekerjaan atau melakukan hal-hal yang menjadi passion-nya.


Kita semua adalah makhluk kreatif yang memiliki bermacam-macam mimpi dan bakat. Sayangnya, bakat dan mimpi jutaan orang itu terpaksa harus dikubur dalam-dalam karena waktu, tenaga, dan pikiran yang habis tercurah hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Banting tulang untuk bertahan hidup dan keluar dari lingkaran kemiskinan. Bahkan mereka yang tidak hidup miskin pun, selalu dihantui ketakutan akan jatuh ke lubang yang sama setiap saat. UBI, menurut Teer, akan menolong kita keluar dari masalah paling dasar ini.


Tapi, apakah memang semudah itu? apakah benar bahwa kemajuan teknologi itu bukan ancaman? Apakah para pemilik teknologi itu rela “membagikan” begitu saja keuntungannya untuk orang lain? Bukankah kapitalisme dan manusia itu pada dasarnya rakus sehingga tidak mungkin ia menolong orang lain tanpa mengharap imbalan apa pun?


Nah, untuk menjawab itu, mungkin buku terbaru dari Rutger Bregman, “Humankind: A Hopeful History” bisa membantu kita – minimal meyakinkan diri kita – bahwa manusia pada dasarnya adalah baik. Sejarah pun mencatat itu dengan baik. Sayangnya, ego para raja, penguasa, para jendral, media massa (berita), buku-buku, hingga pelajaran di sekolah membuat kita hanya mengenang keburukan-keburukannya saja. Dan sialnya, itu pula yang kemudian menuntun kita dalam berpikir dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari yang ternyata justru menjauhkan kita dari mimpi kesejahteraan bersama.