UBI vs Jaminan Pengangguran: Debat di Korea Selatan

Lee Jae-myung, Gubernur pro-UBI dari Gyeonggi, Korea Selatan. Sumber foto: BIEN

Universal Basic Income (UBI) bukanlah ide yang baru di Korea Selatan. Selain telah ada beberapa eksperimen di negara ini, kebijakan yang lebih serius dalam mengadopsi UBI juga sudah berjalan, terutama di Provinsi Gyeonggi. Perdebatan dan wacana tentang perlu tidaknya UBI ini juga semakin menemukan momentumnya di tengah situasi pandemi saat ini dimana pengambil kebijakan dipaksa untuk memikirkan ulang skema jaminan sosial yang ada saat ini. 

Lee Jae-myung, gubernur provinsi Gyeonggi, mengusulkan pembayaran Basic Income sebesar 500.000 won ($430) per tahun per orang. Program ini akan menelan biaya $ 21,3 miliar per tahun, yang kemungkinan besar dapat didanai melalui penyesuaian anggaran. Tidak berhenti disitu, Ia bahkan berencana akan terus meningkatkan pembayaran basic income ini hingga mencapai 500.000 won per bulan selama beberapa tahun ke depan. Nilai ini setara dengan kombinasi beragam biaya kesejahteraan sosial di Korea Selatan. Namun skema ideal $ 430 per bulan ini akan menelan biaya hingga $256 miliar, atau lebih dari setengah APBN nasional Korea Selatan. 

Lee optimis bahwa mereka bisa mencapainya dalam 15 hingga 20 tahun mendatang dengan memperkuat pajak atas tanah, pajak karbon, dan layanan digital lainnya. Isu UBI ini diprediksi juga akan menjadi topik utama dalam pemilihan presiden Korea Selatan mendatang. Uniknya lagi, skema UBI di Provinsi Gyeonggi ini didistribusikan dalam bentuk mata uang regional. Setiap penduduk menerima 100.000 won ($85) dalam mata uang regional yang dapat dibelanjakan dalam tiga bulan di wilayah tersebut. Skema ini memungkinkan seluruh jumlah yang digunakan untuk program tersebut disirkulasikan kembali ke dalam ekonomi lokal. 

Debat Politik 

Konsep UBI ini tidak hanya hangat diperbincangkan di kalangan politisi progresif, tetapi juga di kalangan konservatif di Korea Selatan. People Power Party, misalnya, menjanjikan akan secara aktif membantu masyarakat Korea Selatan menjalani kehidupan yang lebih stabil melalui pendapatan dasar. Empat belas anggota parlemen di Korea Selatan telah mengajukan RUU minggu lalu yang bertujuan akan membentuk komite khusus untuk membahas bagaimana UBI ini dapat didanai. Usulannya, skema UBI secara nasional akan dimulai pada tahun 2022 dimana pemerintah setempat akan memberikan 300.000 won per bulan dan meningkat menjadi 500.000 won per bulan pada tahun 2029. 

Kesenjangan kekayaan yang meningkat di Korea Selatan adalah pendorong utama popularitas UBI ini. Tren peningkatan pekerjaan paruh waktu dan tenaga kontrak dengan gaji rendah juga menjadi isu yang menghangat. Ada kekhawatiran bahwa kesenjangan tersebut hanya akan terus meningkat tumbuh dalam jangka menengah hingga jangka panjang akibat kemajuan teknologi kecerdasan buatan yang akan menghilangkan pekerjaan tertentu. Dua alternatif kebijakan pun menguat dan sedang dibahas di Korea selatan: Universal Basic Income (UBI) versus perluasan Employment Insurance Scheme (EIS). 

Para pendukung UBI telah berhasil memperkenalkan kebijakan yang mengikuti prinsip UBI ini berupa program Emergency Relief Allowance (ERA) untuk seluruh penduduk pada pemilihan umum April 2020 yang lalu. ERA awalnya diusulkan oleh pemerintah untuk melindungi mereka yang tidak tercakup dalam EIS. Namun setelah proses lobi-lobi antara partai penguasa dan oposisi, akhirnya program ERA diberikan secara “universal” dan mencakup seluruh populasi. Melalui program ERA ini, pemerintah telah membayar 1 juta won (US $900) untuk rumah tangga dengan empat anggota dan 400.000 won (US $350) untuk rumah tangga dengan satu orang pada bulan Mei 2020 yang lalu. 

Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Korea Selatan bahwa pemerintah memberikan manfaat secara universal dan tanpa syarat yang ketat. Program ERA tersebut menelan biaya 14,3 triliun won (US $ 12 miliar), jauh melebihi total pengeluaran tunjangan pengangguran sebesar 9 triliun won (US $ 7,6 miliar) pada tahun 2019. Di sisi lain, pendukung EIS mengkritik ERA sebagai program populis yang tidak efisien. Mereka lebih setuju jika tunjangan pengangguran yang diperluas dan diperbaiki, daripada mengadopsi UBI. 

Namun demikian, di kalangan politisi pendukung EIS masih terbelah antara keinginan mengubah EIS yang ada sekarang dengan sistem asuransi pengangguran seperti Denmark atau ala Jerman. Pemerintah Korea Selatan dikabarkan sedang mempersiapkan peta jalan untuk skema asuransi ketenagakerjaan universal, dimana semua orang yang terlibat dalam kegiatan ekonomi dapat mengajukan tunjangan pengangguran jika mereka kehilangan pendapatan. Apakah itu akan mengikuti sistem Denmark atau Jerman masih belum diputuskan. Yang jelas, COVID-19 telah mengungkap titik lemah dalam sistem jaminan sosial Korea Selatan dan pemerintah dihadapkan pada tugas sulit reformasi di tengah krisis ekonomi akibat pandemi.

 

 

Related Posts