Tim peneliti dari Universitas Oxford merilis hasil survey mereka terhadap ahli-ahli Artificial Intelligence (AI) dunia yang memprediksikan bahwa 50% tugas dan pekerjaan manusia akan dapat digantikan oleh AI dalam 45 tahun mendatang. Bahkan, seluruh pekerjaan manusia diprediksi dapat diautomatisasi dalam 120 tahun mendatang. Malahan, responden ahli dari Asia memprediksi bahwa hal itu akan berlangsung lebih cepat dari para ahli di Amerika Utara. Apa artinya? bukan saja AI menjanjikan pekerjaan manusia lebih ringan, akan tetapi juga memunculkan konsekuensi pekerjaan manusia yang hilang dan tergantikan oleh mesin. Hal inilah kemudian yang melatarbelakangi banyak pakar – termasuk pakar AI – yang mendorong penerapan Basic Income Guarantee (BIG) untukmembangun tatanan ekonomi baru sekaligus untuk beradaptasi terhadap perubahan revolusioner itu.
Namun demikian, sebagian pihak meragukan bahwa BIG adalah solusi terbaik bagi masa depan ekonomi dunia. Secara mikro, memberikan uang secara cuma-cuma kepada warga negara dianggap menyebabkan kemalasan dan menurunkan produktivitas negara tersebut. Tetapi hasil eksperiman Presiden Richard Nixon (AS) pada tahun 1968 justru menunjukkan hal sebaliknya. Pemberian uang tambahan hanya memiliki dampak kecil terhadap jam kerja para pernerima. Mereka yang mengurangi jam kerjanya karena mendapat tambahan insentif justru dapat memanfaatkan waktunya untuk kegiatan sosial yang berniali. Anak-anak muda yang menganggur tetapi mendapat uang juga menghabiskan lebih banyak waktunya untuk menempuh pendidikan. Hal yang sama juga terjadi di eksperimen Kanada, dimana angka kelulusan SMA juga ikut meningkat dengan pemberian Basic Income.
Studi lainnya menunjukkan bahwa mendistribusikan uang tunai secara langsung kepada seluruh populasi jauh lebih efisien dan murah dibandingkan dengan model-model jaminan sosial yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Contohnya, anggaran jaminan sosial di Inggris apabila dibagi kepada sekitar 50 juta penduduk dewasanya, maka masing-masing akan mendapatkan 5.160 poundsterling per tahun. Lebih sederhana, mudah, dan tepat sasaran dengan biaya proses dan administrasi yang lebih efisien. Akan tetapi, perhitungan ekonomi modern akan jauh lebih rumit dari itu. Kenaikan pajak dan inflasi menjadi hantu yang dikhawatirkan dengan disebarkannya uang tunai langsung kepada masyarakat.
Joseph Stiglitz, penerima hadiah Nobel ekonomi dan mantan vice president Bank Dunia, menjelaskan bahwa;
“Ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak uang dan menginvestasikannya ke dalam ekonomi, uang tersebut akan berputar terus menerus. Jadi, (uang/pengeluaran pemerintah itu) tidak hanya menciptakan lapangan kerja baru, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang berlipat”
Hasilnya adalah ekonomi diprediksi akan tumbuh oleh kelipatan dari pengeluaran awal dan keuangan publik menjadi lebih kuat. Seiring pertumbuhan ekonomi, pendapatan fiskal meningkat. Tuntutan kepada pemerintah untuk membayar tunjangan sosial atau mendanai program sosial ikut menurun. Karena pendapatan pajak naik sebagai akibat pertumbuhan, dan menurunnya pengeluaran, posisi fiskal pemerintah akan menguat.
Ellen Brown, pendiri Public Banking Institute, menjelaskan dengan panjang lebar prediksi diatas. Lebih lanjut ia menerangkan, sebagaimana juga dijelaskan oleh Stiglitz, bahwa uang yang dikeluarkan pemerintah akan kembali dengan mudah melalui kenaikan pendapatan fiskal yang dihasilkan oleh perputaran BIG itu sendiri. Ini semua tergantung dengan apa yang disebut sebagai “velocity of money” (lebih lanjut baca disini). Sebuah formula dari Prof. John Harvey menunjukkan bahwa pertumbuhan uang tidak akan menyebabkan inflasi. Teori ekonomi yang ada selama ini mempercayai bahwa penambahan uang adalah biang penyebab inflasi. Keyakinan tersebut tertuang dalam persamaan “MV = Py” yang berarti ketika velocity of money (V) and jumlah produk/barang yang terjual (y) konstan, maka penambahan uang (M) akan mendorong kenaikan harga (P). Namun, Prof. Harvey membatah teori ini!
Menurutnya, V dan y tidaklah konstan. Ketika seseorang memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan (M), maka kelebihan uang tersebut akan mengubah V dan akan lebih banyak barang serta jasa yang ikut terjual (y). Permintaan dan penawaran akan meningkat bersama-sama dan menjaga harga tetap stabil. JIka permintaan (uang) tidak meningkat, maka penawaran atau pertumbuhan juga tidak akan meningkat. Oleh karena itu, setiap permintaan baru akan membutuhkan penawaran baru, dan uang itu harus ada diluar sana untuk menciptakan permintaan dan penawaran baru tersebut.
Argumen lainnya, dalam sejarah hiperinflasi dunia, kebanyakan disebabkan oleh hutang luar negeri yang menurunkan nilai tukar mata uang negara tersebut. Masalahnya hampir selalu terjadi akibat ketegangan mata uang asing, bukan belanja dalam negeri. Dinamika hiperinflasi yang ditelusuri dalam karya klasik seperti Salomon Flink The Reichsbank dan Economic Germany (1931) telah dikonfirmasi oleh studi tentang inflasi di Chili dan negara-negara berkembang lainnya. Pengalaman hiperinflasi Jerman bisa menjadi contoh klasik untuk masalah ini. Mula-mula, nilai tukar merosot saat pemerintah harus membayar pengeluaran militer asing selama perang. Kemudian – dalam kasus Jerman – pengeluaran untuk membiayai rekonstrusi pasca perang. Pembayaran ini menyebabkan nilai tukar turun dan meningkatkan harga impor. Kenaikan harga barang impor ini menyebabkan lebih banyak uang dalam negeri diperlukan untuk membiayai aktivitas ekonomi pada tingkat harga yang lebih tinggi.
Dalam kondisi ekonomi yang stagnan, UBI dapat menciptakan permintaan yang dibutuhkan untuk membeli produk sekaligus mendorong produktivitas baru. Robot tentu tidak membeli makanan, pakaian, atau gadget. Permintaan harus datang dari konsumen (manusia), dan untuk itu mereka butuh uang untuk dibelanjakan. Ketika robot mendominasi dan mengambil alih pekerjaan manusia, pilihannya adalah mengucurkan BIG atau membiarkan setengah populasi kelaparan. Perlu diingat, bahwa BIG memang bukanlah jaminan “kesejahteraan”, tetapi hanya sebuah dividen yang dibagikan agar seluruh populasi tetap tinggal dan bertahan di abad ke-21.