Riwayat singkat:
Lee Jae-myung lahir 22 Desember 1964. Ia adalah seorang politikus Korea Selatan di Partai Minjoo Korea (The Democratic Party of Korea) yang berideologi liberal. Ia mengawali karir politiknya dengan menjadi Walikota Seongnam sejak 2010. Ia bahkan sempat mencalonkan diri untuk Majelis Nasional pada 2008, tetapi gagal. Pada 2016, dia ditunjuk oleh pemimpin partai sementara Kim Chong-in sebagai pesaing untuk pemilihan presiden 2017. Ia mendapat dukungan sekitar 16 persen dan menjadi salah satu kandidat potensial “3 Besar” untuk pemilihan presiden Korea Selatan tahun 2017. Beberapa pencapaiannya yang menonjol termasuk program kesejahteraan sosial Seongnam yang dianggap sebagai salah satu program kesejahteraan sosial paling komprehensif di negara ini untuk warga lanjut usia dan anak-anak muda. Ia juga membuat kebijakan melarang dog meat dari Pasar Moran yang telah menjadi pasar daging anjing terbesar di Korea Selatan. Lee belajar hukum di Universitas Chung-Ang, dan bekerja di bidang hukum sebelum terjun ke dunia politik serta menjadi Calon Presiden dari Partai Demokrat pada pemilu tahun 2022 ini.
***
Keluarga dan Karir Politik
Karir politik dan perjalanan hidup Lee Jae-myung tidaklah mudah. Lee kecil hidup dalam kemiskinan dan memaksanya bekerja di pabrik perakitan sarung tangan bisbol di Dongma ketika usianya masih sangat belia. Disana pula ia mengalami kecelakaan kerja dimana lengan kirinya terjepit. Cederanya yang parah itu memang kelak membuatnya dibebaskan dari wajib militer. Namun dapat dibayangkan, begitu beratnya perjuangan Lee dan para pekerja pabrik lainnya di Korea kala itu (tahun 1970-an) yang terkenal brutal.
Lee sendiri adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara yang tinggal di pegunungan Gyeongsang Utara. Untuk bersekolah, Lee harus berjalan kaki cukup jauh dan menyeberangi sungai. Saat remaja, keluarganya pindah ke Seongnam, tempat Lee bekerja di pabrik.
“Ayah saya adalah seorang petugas kebersihan. Ibuku menjual tisu toilet,” Demikian Lee menjelaskan latar belakang keluarganya.
Pada pekerjaan pertamanya, Ia mendapat bayaran 10.000 won sebulan (100.000 won Korea dalam hitungan sekarang, atau hanya sekitar $100). Pada masa itu, Lee merasa tertekan setelah dia mengalami banyak kecelakaan dan menganggap masa depannya bakal suram. Dia iri pada siswa yang dia lihat mengenakan seragam dalam perjalanannya ke tempat kerja. Lee pun pernah mencoba bunuh diri dua kali pada usia enam belas tahun.
Saat itulah Ia kemudian memutuskan untuk belajar lebih keras agar bisa masuk perguruan tinggi dan berkembang untuk keluar dari kemiskinan. Setelah upaya yang sangat keras, Ia pun lulus ujian pengacara. Dia pun kemudian menjadi walikota kota Seongnam, pada 2010. Tak berhenti disitu, Ia pun terpilih menjadi gubernur Gyeonggi, provinsi terpadat di Korea Selatan, pada tahun 2018. Pada Maret 2022 ini, Lee akan bertarung untuk menjadi presiden Korea Selatan berikutnya.
Lee sendiri dianggap berhasil membangun citra sebagai seorang pejuang politik dari kelas bawah. Sebagai gubernur, dia memulai program kesejahteraan sosial Seongnam. Ia memberikan serangkaian jaminan, termasuk perawatan pasca persalinan gratis dan seragam sekolah gratis. Sebagai gubernur Gyeonggi, ia menerapkan program stimulus COVID-19 terbesar di negara itu.
“Dia adalah sosok yang agresif di panggung debat dan penuh energi di depan kamera.” Demikian sebagian media lokal dan nasional menjulukinya.
Tapi atribut yang membuatnya tampak kuat itu juga sering membuatnya dalam masalah. Kepercayaan dirinya yang ekstrem, seringkali dipandang sebagai watak yang sombong dan angkuh oleh sebagian orang. Sikap dan pernyataannya yang tajam dan blak-blakan, kadang terdengar seperti “pelecehan” bagi orang lain.
Yeo Yeong-guk, politisi Partai Keadilan, misalnya, menuduh Lee menonjolkan latar belakang dan biografinya untuk menutupi berbagai kekurangan dalam agenda politik ekonominya. Ia mengatakan Lee “lebih peduli tentang pajak orang kaya daripada sewa para tunawisma.”
Lee berjanji untuk menerapkan pendapatan dasar universal (UBI), dengan merujuk kembali atas keberhasilannya di Gyeonggi. Dia berulangkali menggarisbawahi filosofi politiknya tentang “Eokgang Buyak” yang diterjemahkan sebagai “menahan yang kuat, mendukung yang lemah.”
Namun Lee juga pernah mendapat kecaman atas persetujuannya atas beberapa proyek besar di Seongnam yang menghasilkan keuntungan berlipat bagi pengembang dan memicu penyelidikan kriminal terhadap para investor. Dia pun sempat meminta maaf ketika salah satu mantan ajudannya didakwa kasus penyuapan.
Peluang Lee dalam Pilpres
Pemilu Presiden di Korea Selata akan berlangsung kurang dari 3 bulan lagi. Di Akhir tahun 2021, Calon presiden Lee Jae-myung sempat menduduki peringkat teratas dalam semua hasil jajak pendapat.
Gejolak politik yang terus berlanjut di kubu oposisi (People Power Party) dan turunnya dukungan terhadap calon presiden partai oposisi, Yoon Suk-yeol, menjadi keuntungan buat Capres Lee, dari partai petahan itu. Dari hasil survey terlihat Capres Yoon telah kehilangan dukungan dari hampir semua kelompok umur, termasuk pemilih muda berusia 20-an.
Sebuah survei Realmeter terhadap 3.037 pemilih yang dilakukan dari 26 Desember – 31 Desember 2021 menunjukkan bahwa Peringkat Lee naik 1,2 poin persentase dari jajak pendapat sebelumnya, sedangkan untuk Yoon turun 1,2 poin persentase.
Ini adalah pertama kalinya tingkat Lee berada di atas 40 persen dalam survei Realmeter. Survei terbaru juga menandai pertama kalinya angka Yoon turun di bawah 40 persen sejak mencalonkan diri sebagai presiden.
Lee berada di depan Yoon di semua kelompok umur kecuali di atas 60-an. Yoon kehilangan keunggulannya di antara para pemilih usia 20-an, yang secara tradisional dianggap sebagai kekuatan kunci dalam memenangi pemilu.
Sebuah survei terhadap 1.012 pemilih yang dilakukan dari 30 Desember 2021 – 1 Januari 2022 juga menunjukkan Capres Lee unggul di atas Yoon dengan 9,7 poin persentase (39,9 persen untuk Lee dan 30,2 persen untuk Yoon).
Namun demikian, pada survey terbaru di pertengahan Januari 2022, arah angin nampak berubah. Kandidat presiden oposisi utama Yoon Suk-yeol, memimpin di atas Lee Jae-myung dengan 44,7 persen dukungan publik (35,6 persen untuk Lee).
Yoon memperoleh 5,5 poin persentase dari survei 10-11 Januari tersebut, sementara Lee kehilangan 1,3 poin, menurut survei Realmeter yang dilakukan pada 1.018 orang dewasa.
Ahn Cheol-soo, calon presiden dari Partai Rakyat, kehilangan 2,4 poin persentase menjadi 9,8 persen, sementara itu Sim Sang-jeung dari Partai Keadilan progresif memperoleh 3,9 persen.
Tentu saja hasil survey ini masih sangat dinamis dan bisa berubah dalam dua atau tiga bulan mendatang. Kita lihat saja apakah Lee, Capres pengusung universal basic income di Korea ini mampu bertahan dan keluar menjadi pemenang dalam pemilu atau tidak.