Kongres JAMESTA 2021 telah dibuka dan dimulai pada tanggal 20 Januari 2021. Rencananya, kongres akan digelar selama tiga hari dengan beragam sesi diskusi dan talk show. Catatan dibawah ini adalah kutipan atau poin-poin penting yang dicatat oleh IndoBIG Network selama Kongres. Tentu tidak semua hal atau narasumber dikutip secara lengkap dan mungkin saja terdapat bias dalam penulisan catatan ini. Namun diharapkan, catatan ringkas ini dapat membantu pembaca untuk mendapatkan gambaran tentang apa saja yang telah dibahas selama Kongres Jamesta 2021 ini.
Ah. Maftuchan (The Prakarsa)
Darimana sumber pendanaan JAMESTA?
(1) Expenditure savings (melakukan efisiensi belanja rutin pemerintah melalui reformasi kelembagaan dan personal)
(2) Reformasi pendanaan kebijakan subsidi non-esensial
(3) Realokasi belanja bantuan sosial yang rawan penyelewengan
(4) Reformasi sistem pengupahan dan ketenagakerjaan
(5) Mobilisasi pendapatan domestik (pajak dan non-pajak)
(6) Reformasi sistem perpajakan: menaikkan personal income tax, pajak kekayaan, struktur tarif pajak progresif, menaikkan tarif pajak badan (corporate income tax), perluasan pajak konsumsi (VAT dan Excise tax), pajak karbon, pajak transaksi keuangan, pajak bisnis digital, sensus wajib pajak, peningkatan kepatuhan pajak dan mengatasi praktik pengelakan/penghindaran pajak (potensi tax ratio kita bisa sampai 16%, saat ini baru 11-13% saja).
Catatan lain, dampak perlinsos terhadap penurunan kemiskinan masih sangat rendah, hanya 1.27% (angka kemiskinan hanya turun dari 10.96% menjadi 9.69%). Apa sebabnya? program tidak tepat sasaran, fragmented, mistargeting (exclusion error), dan externalitas negatif (korupsi dll).
Ali Moechtar (Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu)
“Sistem perlindungan sepanjang hayat bagi semua”, ini adalah tujuan jangka panjang kita.
Faisal Basri (INDEF)
Tanpa transformasi ekonomi, Indonesia kemungkinan besar akan mengalami middle-income trap.
Universal basic income (UBI) adalah salah satu komponen dari transformasi ekonomi berlandaskan prinsip pembangunan inklusif.
Pendanaan UBI mensyaratkan reformasi kebijakan fiskal, termasuk hubungan fiskal vertikal (hubungan keuangan pusat-daerah).
Mengedepankan value creation, bukan value extraction.
Bagaimana mewujudkannya?
(1) Single identity number/social security number
(2) Tidak serta-merta dari segi waktu dan cakupan
(3) Tantangan terbesar adalah sebagian besar rakyat belum menikmati hidup layak.
Dandhy Dwi Laksono (Watchdoc Documentary)
Negara kita ini sebenarnya nggak “kaya-kaya” amat. Itu hanya narasi yang dibangun dalam sistem pendidikan kita. Kekayaan sejati kita itu pada biodiversity. Resiko bencana di Indonesia (natural disaster maupun man-made disaster) meningkat karena eksternalisasi biaya ekstraksi sumber daya alam, seperti batu bara dan sawit. Ekstraksi sumber daya alam yang massif ini menyebabkan Kalimantan harus membayar dengan bencana banjir parah tahun ini.
Kehadiran negara diperlukan dalam hal yang lebih fundamental dan struktural, misal bagaimana agar penguasaan lahan tidak terkonsentrasi pada segelintir orang/perusahaan? Kedaulatan atas tanah ini bisa diwujudkan perlu kehadiran negara yang lebih serius. UBI untuk orang Dayak, misalnya, apakah harusnya dalam bentuk “uang” atau “tanah”? Ini perlu kita pikirkan dan pertimbangkan (dari sisi antropologis).
Jonatan Lassa (Charles Darwin University)
Tidak ada “natural disaster” yang ada adalah kesalahan kita dalam mengelola manusia dan aset. “Banjir karena hujan” itu adalah pendekatan kuno (60 ribu tahun lalu). Semua proses bencana berujung pada proses-proses sosial ekonomi politik.
Dari sisi kelembagaan, Indonesia sangat massif membangun desain kelembagaannya (BPBD ada dimana-mana). Bandingkan dengan kelembagaan untuk perubahan iklim, misalnya. Namun dalam kerja harian, nampaknya pengurangan resiko masih menjadi PR besar.
Debat “bantuan barang” vs “cash” di masa bencana ini, misalnya, juga masih kuno sekali. Atau debat seperti “Kail” vs. “Ikan”, padahal ikan ini juga bisa menjadi “kail” juga dalam bentuk yang lain.
Kita masih belum terlatih dalam hal penentuan “masa emergency” jangka panjang. Negara “hadir” ini bukan hanya setelah bencana ada, namun juga harus “hadir” sebelum bencana terjadi/setiap hari dalam memitigasi resiko bencana. Deklarasi bencana masih dianggap “sakral”, padahal itu harusnya hal biasa. Jangan tunggu bencana datang baru deklarasi emergency.
Perilaku orang terhadap bantuan tunai ini memang berbeda-beda, sayangnya UBI ini belum massif penerapannya, jadi kita belum tahu bagaimana dampak sebenarnya. Unconditional/Conditional Cash transfer adalah “saudara sepupu” dari UBI. Di Sigi, penerima cash transfer, bisa atau mampu membeli tanah. Tapi ini kasuistik. Secara global, bantuan tunai saat bencana memang dianggap lebih baik dibanding non-tunai dan ini sudah diakui oleh lembaga-lembaga donor besar dunia. Manfaat utama skema Jamesta adalah kecepatannya (speed), dimana format lain banyak habis waktunya dalam registrasi/pendataan.
Bhima Yudhistira (Ekonom INDEF)
Kondisi saat ini, 60% tenaga kerja di Indonesia tamatan SMP. Tahun 2030, Indonesia juga akan mengalami bonus demografi. Oleh karena itu, generasi milenial dan Z tidak bisa berleha-leha, persaingan bukan dengan manusia tetapi robot. Telemarketer, akuntan/auditor, salesman, dan sekretaris, adalah contoh-contoh pekerjaan yang punya kemungkinan besar tergantikan oleh teknologi (AI). Bahkan ekonom pun terancam.
Masterplan pemerintah Indonesia untuk merespon revolusi industri 4.0 masih dalam proses, jadi peluang menyiapkan Jamesta (UBI) masih besar. Jika Jamesta masuk dalam masterplan tersebut, maka ketika industri 4.0 itu hadir, kita tidak kaget.
Strategi industrialisasi 4.0 ala China dan Indonesai jauh berbeda. China memiliki program komprehensif dari hulu hilir, kota desa. “Taobao Village”, atau kampung alibaba, berisi UMKM-UMKM di desa-desa di China. Mereka tidak berkompetisi dengan robot, tetapi dikolaborasikan.
Strategi “Meiyou ren liu xia”, artinya no one left behind, tidak ada yang boleh tertinggal dalam revolusi industri 4.0. Jaminan sosial di China tidak universal, tapi menyasar extreme poverty saja. Untuk Indonesia, strateginya bisa berbeda. Dampak otomasi juga menarik di Jerman. Tuntutan pekerjaan baru memang ada peningkatan, namun juga turut meningkatkan stress di kalangan pekerja.
Eviyanti Nasution (Kementerian Koperasi dan UMKM)
Pandemi menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 sekitar 4,5% – 5,5% menurut kementerian keuangan.
Kondisi KUMKM di Indonesia: usaha besar (0,01%), usaha menengah (0.09%), usaha kecil (1,22%), dan usaha mikro (98,68%). Usaha mikro beromzet s.d. 500 juta dan asset s.d. 50 juta.
Kebijakan yang diharapkan: 90% UMKM membutuhkan pembiayaan untuk memulai kembali usahanya, 91.8% pinjaman tanpa bunga/agunan, dan 89% bantuan tunai langsung/hibah.
Tantangan UMKM tahun 2020-2024: jumlah UMKM belum seimbang dengan kontribusinya pada PDB, rendahnya UMKM yang terjaring dalam kemitraan (93% tidak menjalin kemitraan), akses pembiayaan masih rendah, pemanfaatan teknologi rendah, dan rasio kewirausahaan juga rendah (3.47%).
Strategi pengembangan UMKM di Indonesia: transformasi ke dalam rantai nilai, korporatisasi petani/nelayan, laman UMKM dan bela pengadaan, serta kemitraan usaha. Digitalisasi koperasi dan UMKM juga menjadi fokus strategi.
Helmi Rofiqi (VP Engineering Fabelio, IndoBIG Network)
Apa yang terjadi di Indonesia, dalam hal teknologi, biasanya diawali dulu di Amerika dan Eropa. Jadi kita bisa melihat tren perkembangan industri 4.0 dari sana. Salah satu terdampak besar dari indutri 4.0 dan e-commerce adalah disrupsi pada industri retail, supermarket, dan mall. Banayk outlet yang menutup dan mengurangi pegawainya. Mau atau tidak, pelaku usaha shifting ke online. Supplier produk-produk makanan pun omzetnya berkurang drastis dan terdisrupsi oleh e-commerce.
Disrupsi kedua adalah di sektor transportasi, hotel, industri hiburan dan perusahaan tradisional lainnya. Disrupsi ketiga, ada di sektor kesehatan, klinik, dan dokter. Revenue hospital berkurang hingga 30%. Dokter, suster, dan suppliers farmasi pun juga terdisrupsi. Tren ini makin mencuat di era pandemik. Dampaknya, beberapa rumah sakit harus beradaptasi dengan aplikasi-aplikasi online seperti “HaloDok”, “Doctor anywhere”, dan lain-lain. Mereka pun meniru dan membuat aplikasi yang sama. Smart data adalah industri masa depan!
Cara berpikir Jamesta harus seperti perkembangan teknologi, yaitu bagaimana jaminan sosial bergeser dari model “silos & scattered data” menuju “well organized data” dan “smart data“. Teknologi bisa membantu memberikan bantuan pada waktu, jumlah, dan orang yang sesuai!
M. Alfatih Timur (CEO dan Co-Founder Kitabisa.com)
Revolusi Industri 4.0 tidak bisa di-rem atau di-“pause“. Tapi bisa kita respon dengan matang. Ke depan memang akan banyak pekerjaan yang bisa digantikan oleh AI. Ke depan, bisa jadi akan ada manusia yang ketika bangun tidur, dia merasa tidak relevan lagi karena apa yang dia kerjakan selama puluhan tahun, tiba-tiba menjadi tidak “berguna” lagi. Tentu ini masalah besar (gangguan terhadap kesehatan mental). Jamesta atau UBI bisa membuat transisi dan adaptasi ini bisa lebih smooth.
Kenapa tunai? karena ia memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menggunakannya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan mereka. Ini fundamental. Kadang kita merasa paling tahu dan suka mendikte/punya asumsi serta intervensi yang mungkin mereka tidak butuhkan. “Poverty is not lack of character, it’s lack of cash!”. Uang tunai berpengaruh pada IQ seseorang. Itulah kenapa orang miskin sering mengambil keputusan yang salah (berpikir jangka pendek).
Zakat bisa menjadi alternatif instrumen untuk eksperimen UBI. Kitabisa sedang mencoba menjalankan eskperimen berbasis RCT.
Sapei Rusin (Perkumpulan INISIATIF)
Dampak revolusi industri 4.0 terhadap rakyat pekerja antara lain: 7,1 juta tenaga kerja berpotensi kehilangan pekerjaan di tahun 2020 (WEF), 56% pekerja di Indonesia terancam (ILO) dan 47% pekerjaan akan diambil alih oleh mesin (Glassdoor)
Selain Jamesta, apa yang harus dilakukan? (1) investasi pada peningkatan kapasitas SDM (2) redistribusi alat produksi (3) pengembangan kelembagaan untuk integrasi hulu-hilir dan (4) konsolidasi unit produksi dan litbang.
Desintha Dwi Asriani (Dosen Sosiologi UGM)
Perspektif gender dan pembelaan terhadap kelompok marjinal sejatinya melekat dalam isu Jamesta dan revolusi industri 4.0.
Bagaimana Jamesta bisa mengeliminasi ketimpangan gender? (1) mengurangi distribusi yang tidak setara dalam rumah tangga (2) meningkatkan daya tawar perempuan dan kelompok marginal (3) meningkatkan daya tawar dalam pasar kerja.
Konstruksi sosial tentang “kerja” seringkali bias dan diidentikkan dengan: publik, bergaji reguler dan berdasar jam kerja konvensional. Dalam era 4.0, konstruksi ini bisa menjadi kendala kultural.
Jamesta bisa menjadi kanal alternatif dan mengurangi kerentanan kelompok perempuan/marjinal dalam transisi revolusi industri 4.0. Meskipun, masih muncul kecurigaan atau paradox terhadap isu Jamesta ini.
Ratnawati Muyanto (UNICEF)
Universal Child Grant (UCG) berperan sebagai komponen kunci untuk mengurangi beban finansial keluarga. Ada tiga jenis program perlindungan sosial terkait anak: (1) program dengan penyebutan anak/menargetkan anak secara eksplisit dengan penyebutan kelompok umur (2) program yang bersifat umum ditunjukan untuk keluarga dengan anak, dan (3) program yang menargetkan kelompok usia lain selain anak.
Dari hasil tinjauan di 215 negara, sekitar 108 negara (60%) telah memiliki skema bantuan untuk anak dan keluarga, dan 40% lainnya tidak memiliki skema bantuan untuk anak sama sekali.
Indonesia adalah negara dengan populasi anak keempat terbesar di dunia (30.1%). Dua dari tiga anak di Indonesia, mengalami 2 dimensi kemiskinan. Usia 0-4 cenderung terdampak oleh sistem kesehatan yang tidak memadai, dan anak usia 5-17 tahun di Indonesia cenderung mengalami permasalahan pendidikan dan tempat tinggal.
Tiga (3) skenario mikrosimulasi preliminer UCG di Indonesia: UCG untuk seluruh anak usia 0-4, 0-6, dan 0-17 tahun sudah dikomunikasikan kepada kementerian keuangan dan Bappenas. Menggunakan data otonomi khusus, UCG telah menjadi program strategis pemerintah daerah di Papua dan Aceh.
Faisal Azwar (Kepala Bappeda Kota Sabang/Ketua Sekber GEUNASEH)
Geunaseh merupakan pengembangan dari dana pendidikan untuk anak SD sampai dengan SMA. Geunaseh merupakan singkatan dari gerakan anak sehat dan dalam bahasa loka berarti “kasih sayang”. Tujuan Geunaseh adalah untuk mengatasi stunting dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang manusiawi dan berkeadilan. UCG terbukti mengurangi kemiskinan, memperbaiki nutrisi anak, meningkatkan kehadiran di sekolah, dan dampak positif lainnya (provinsi Aceh masih nomor satu tingkat kemiskinannya di Sumatera, termasuk kemiskinan di Sabang juga masih tinggi (29% tahun 2017 dan 26% tahun 2018).
Mengapa skema “universal” yang digunakan? lebih praktis, efektif, dan efisien menuju “welfare state”
Irmawaty (Ibu Rumah Tangga Penerima Program GEUNASEH)
Kami, masyarakat Sabang, menerima bantuan program GEUNASEH sebesar Rp. 150.000/anak per bulan. Kami berterima kasih atas bantuan ini, karena sangat membantu keuangan keluarga, terutama dalam situasi COVID-19 ini. Uang tersebut, kami pergunakan untuk membeli makan pokok, yaitu empat bintang atau makanan yang bergizi. Sekali lagi terima kasih.
Andry Damir (BANGGA Papua)
UCG atau BANGGA (Banguan Generasi dan Keluarga Papua Sejahtera) ini merupakan salah satu program yang bisa menjawab tantangan-tantangan saat ini di provinsi Papua. BANGGA Papua diluncurkan tahun 21 November 2017 bersamaan pada hari Otsus. Regulasi diciptakan dalam bentuk peraturan gubernur. Dana langsung ditransfer ke rekening wali anak/orang tua. Sekber dibentuk untuk mengelola program ini. BANGGA Papua merupakan teladan kerja-kerja lintas sektoral di provinsi Papua sekaligus sebagai model perlindungan sosial alternatif di Papua. Program BANGGA ini lahir di Papua.
Lima (5) prinsip dasar BANGGA Papua:
- Orang asli Papua
- Anak usia < 4 tahun
- Memiliki dokumen kependudukan
- Dana yang diterima Rp. 200.000/anak/bulan
- Dana ditransfer ke rekening mama/ibu/wali yang sah
- Dana digunakan untuk menjaga gizi dan kesehatan anak
Lokasi BANGGA Papua:
- Kab. Paniai
- Kab. Lanny Jaya
- Kab. Asmat
Jonny Douglas (UBI Lab Network)
Alasan berdirinya UBI Lab Network adalah untuk mendorong jalan alternatif yang lebih baik untuk individu, komunitas, dan bahkan untuk memecahkan masalah-masalah besar di level lebih tinggi seperti negara dan planet. Universal Basic Income (Jamesta), adalah ide utama yang ingin diuji dan ditawarkan sebagai alternatif solusi. Diberi nama “Lab” karena memiliki tujuan sebagai laboratorium untuk menguji berbagai pendapat sekaligus untuk melibatkan lebih banyak orang. Kita harus bekerja di semua level secara simultan!
Sam Gregory (UBI Lab Network)
Gerakan UBI perlu mengajak semua elemen, mulai dari politisi (lokal dan nasional) dan komunitas lainnya untuk bersama-sama melakukan dialog (Basic Income Conversation). Hampir semua partai politik dan konselor di wilayah UK sudah kita ajak dialog soal UBI dan secara langsung mendorong mereka untuk menyetujui percobaan basic income di setiap daerah di Inggris. Bahkan, setiap kandidat di setiap daerah juga kita kontak dan tawarkan proposal UBI ini.
Charlie & Felix (UBI Lab Youth)
Pendekatan kepada anak muda (milenial) cukup unik, kita memulai dari sayap-sayap organisasi pemuda di beberapa partai politik. Di mata pemuda, alasan mereka mendukung UBI cenderung pada pengalaman dan persepsi personal, dimana mereka mudah untuk “relate” terhadap ide Jamesta. Khususnya ketika pandemi melanda, banyak sekali situasi personal yang membuat mereka kemudian melirik dan mendukung ide keamanan finansial seperti UBI ini. Keindahan UBI adalah karena manfaatnya bisa dirasakan oleh semua orang. UBI ini juga adalah persoalan pemahaman kebutuhan “generasi” kita saat ini yang sering disalahpahami oleh publik atau pengambil kebijakan lainnya.
Tchiyiwe Chihana (UBI Lab Womxn)
Dengan UBI, perempuan akan lebih berdaya. Mereka akan mampu mengakses dan mengembangkan dirinya sendiri. UBI bisa juga menjadi penyeimbang relasi gender di dalam rumah tangga maupun masyarakat. Banyak perempuan dari berbagai latar belakang ingin mendukung UBI, karena ide ini sangat dekat dengan kebutuhan mereka. Percobaan di banyak pilot menunjukkan dampak positif dari UBI ini kepada perempuan.
(Diperbaharui terakhir pada tanggal 21/01/2021)
Unduh materi Narasumber Kongres di sini.