Pertanyaan di atas barangkali mewakili keraguan banyak kalangan bahwa automatisasi atau robotisasi akan berdampak buruk bagi aktivitas manusia di masa mendatang. Banyak kalangan yang menilai kekhawatiran terhadap kehadiran robot terlalu berlebihan, mengingat masih sangat banyak pekerjaan yang hanya mampu dikerjakan oleh tangan manusia. Namun demikian, data berbicara lain. Sebuah artikel panjang dari Scott Santens (salah satu aktivis Basic Income di Amerika Serikat) berjudul The Real Story of Automation Beginning With One Simple Chart mengungkapkan banyak data menarik yang dengan jelas menunjukkan besarnya pengaruh robot atau teknologi automatisasi yang menggantikan peran manusia saat ini. Salah satunya adalah yang terjadi pada industri pengeboran minyak bumi seperti terlihat dalam grafik di bawah ini (klik gambar untuk memperbesar resolusi):
sumber data: zerohedge
Grafik di atas menunjukkan dua buah data yaitu jumlah pengeboran minyak dan gas bumi (warna hijau) serta jumlah tenaga kerja di sektor tersebut (warna merah). Terlihat di grafik bahwa sejak pertengahan tahun 2015 hingga pertengahan tahun 2016, jumlah pengeboran minyak bumi mengalami penurunan yang drastis. Penyebabnya adalah harga minyak bumi yang turun (dibawah 30 USD/barel), sehingga mengakibatkan banyak tenaga kerja pengeboran yang keluar (atau dikeluarkan) dari pekerjaannya. Namun demikian, ketika harga minyak bumi kembali stabil dan naik pada pertengahan 2016 hingga 2017 (di atas 50 USD/barel), terlihat bahwa industri pengeboran kembali bergairah dan merangkak naik kembali kepada titik sebelumnya.
Tapi lihat apa yang terjadi pada tenaga kerja pengeboran. Mengapa mereka tidak menunjukkan trend kenaikan tetapi justru stagnan atau cenderung terus menurun? mengapa jumlah tenaga kerja yang terlibat pengeboran minyak bumi tidak ikut naik seiring dengan bergeliatnya jumlah proyek pengeboran?
Penyebabnya ternyata adalah ini:
sumber foto: Nov
Foto di atas adalah Automated Iron Roughneck alias mesin pengebor otomatis. Mesin otomatis inilah ternyata yang menyebabkan kenapa banyak orang yang semula bekerja pada pengeboran minyak bumi tidak kembali lagi ke pekerjaan mereka semula. Seperti kita ketahui, pengeboran minyak bumi merupakan salah satu pekerjaan yang berbahaya. Kehadiran alat otomatis ini tentu saja menjadi “kabar baik” bagi industri minyak yang mempertimbangkan efisiensi produksi dan keuntungan yang akan diperoleh. Di sisi lain, ia juga menjadi “kabar buruk” bagi para tenaga terampil pengeboran minyak bumi yang kehilangan pekerjaannya. Dengan hadirnya Iron Roughneck, pekerjaan yang semula dikerjakan oleh 20 orang kini dapat diselesaikan hanya oleh 5 orang saja! Jika dihitung, maka ada 440.000 pekerjaan terkait yang hilang akibat teknologi baru ini. Dan yang lebih mencengangkan, perubahan ini hanya terjadi dalam waktu sangat singkat: 2 tahun!
Ini adalah satu contoh dampak robotisasi/automatisasi pada satu bidang pekerjaan. Bagaimana dengan bidang-bidang lainnya? Di Indonesia, dampak ini mungkin belum begitu terasa saat ini. Namun di Amerika, kehadiran robot sudah dianggap “mencuri” pekerjaan manusia. Bisa kita lihat bagaimana Amazon yang mengganti 70% tenaga kerja manusia di gudang-gudang mereka dengan Robot dan mesin yang dikontrol oleh komputer. Begitu juga dengan gudang Alibaba di China. Grafik di bawah ini mungkin bisa menjelaskan tentang bagaimana produksi atau produk-produk manufaktur tetap tumbuh tinggi namun ia tidak menyerap tenaga kerja manusia.
sumber data: business insider
Nah, masih berpikir robot adalah “main-main”?