Belajar Dari Kesuksesan Eksperimen UBI Namibia (2007-2008)

Basic Income Grant Coalition (BIGC)[1] telah melakukan eksperimen atau percobaan penerapan UBI di Namibia. Eksperimen Namibia ini dikenal pula sebagai salah satu yang pertama dilakukan secara cukup komprehensif di negara berkembang. Gagasan eksperimen ini menarik karena masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi BIGC ingin memberikan contoh terlebih dahulu sebelum mendorong pemerintah setempat untuk menerapkan kebijakan ini. Individu dan organisasi yang tergabung dalam BIGC pun melakukan penggalangan dana secara mandiri untuk mendanai eksperimen UBI ini. Beberapa kelompok gereja pun ikut berkontribusi dalam penggalangan dana melalui jejaring mereka, seperti Lutherian World Federation, United Evangelical Mission, Evangelische Kirche im Rheinland, Evangelische Kirche von Westfalen, Friedrich Ebert Foundation, Bread for the World, dan lain-lain. Setelah terkumpul, proyek eksperimen pun dimulai pada Januari 2008.

Komunitas yang dipilih sebagai penerima basic income dalam percobaan ini adalah warga Otjivero, Omittara. Sebuah desa dengan penduduk miskin dan banyak pengangguran. Kurang lebih ada 1000 orang partisipan dengan lama eksperimen selama 2 tahun ini. Dalam eksperimen UBI ini, mereka yang berpartisipasi diberikan uang sejumlah N$ 100 per individu per bulan. Syaratnya harus berumur di bawah 60 tahun dan tinggal di desa tersebut pada tahun 2007. Eksperimen pun dijalankan dengan mengikuti prinsip-prinsip UBI seperti: (1) Universal (2) diberikan secara tunai sebagai jaminan pendapatan dasar (3) diberikan dalam jumlah yang sama untuk prinsip keadilan (redistributive justice).

Evaluasi terhadap pelaksanaan eksperimen pun dilakukan secara komprehensif oleh peneliti-peneliti internasional maupun nasional. Beberapa akademisi penting pun diundang sebagai advisory board dalam proyek ini, seperti Professor Nicoli Nattrass (South Africa), Professor Mike Samson (USA), dan Professor Guy Standing (UK). Secara metodologi, evaluasi juga dilakukan dengan beragam pendekatan, mulai dari survey (November 2007), wawancara mendalam kepada partisipan, panel survey (Juli dan November 2008) dan studi kasus.

Hasil dari eksperimen ini pun cukup menarik. Setelah satu tahun berjalan, ditemukan beberapa fakta lapangan yang menggembirakan. Satu, pengenalan program UBI ternyata berhasil mendorong masyarakat untuk berinisiatif membentuk komite bersama yang terdiri dari 18 anggota yang bertugas memberikan saran dan nasehat soal bagaimana mereka membuat pengeluaran secara bijaksana. Para peneliti pun berkesimpulan bahwa pengenalan UBI ternyata mampu mendorong mobilisasi, pemberdayaan, dan melahirkan inisiatif baru di tengah komunitas.

Dua, pengenalan program UBI di satu desa ini ternyata menarik warga desa lainnya atau keluarga yang tinggal di luar desa penerima untuk bermigrasi masuk ke desa Otjivero. Hal ini tentu menjadi konsekuensi dimana mereka melihat adanya peluang yang lebih baik di desa Otjivero dibanding masa sebelum mereka menerima UBI. Para pendatang dari luar desa itu pun tetap bertahan tinggal di desa Otjivero meskipun mereka tidak menerima uang dari program. Dengan kata lain, adanya UBI menyebabkan warga yang tinggal tidak keluar desa dan bahkan bisa menarik kehadiran warga desa lain untuk datang. Sayangnya, akibat dari masuknya pendatang ini, pada survey berikutnya, pendapatan per kapita warga desa Otjivero menjadi turun dari $N 89/bulan (Januari 2008) menjadi $N 67/bulan (November 2008).

Tiga, tingkat kemiskinan rumah tangga turun secara signifikan. Satu tahun setelah program berjalan, jumlah warga yang berada di bawah garis kemiskinan turun menjadi 37% dari 76% pada tahun sebelumnya. Di antara rumah tangga yang tidak terpengaruh oleh kedatangan keluarga dari luar desa (in-migration), tingkat kemiskinan turun hingga 16%. Artinya, penerapan UBI ternyata mampu menurunkan angka kemiskinan rumah tangga secara signifikan. Bukan hanya itu, bahkan aktivitas ekonomi di desa pun meningkat dari 44% menjadi 55%. Mereka yang semula menganggur mampu memulai wirausaha dan melakukan pekerjaan produktif lainnya seperti membuat batu bata, berdagang makanan, dan menjahit pakaian. Hipotesis yang mengatakan bahwa penerima UBI menjadi semakin malas pun terpatahkan oleh hasil eksperimen Namibia ini.

Empat, nutrisi dan kesehatan anak-anak semakin meningkat. Dari hasil evaluasi yang merujuk teknik pengukuran WHO, menunjukkan bahwa dalam 6 bulan pasca pemberian UBI, berat badan rata-rata anak di desa Otjivero pun meningkat secara pesat. Pada November 2017, sekitar 42% anak-anak di desa ini memiliki berat bada di bawah normal (underweight). Enam bulan kemudian, tinggal 17% anak-anak yang underweight dan dalam satu tahun (November 2017), hanya 10% saja anak-anak yang masih berada di bawah ambang normal. Artinya, UBI telah memberikan kemampuan kepada rumah tangga untuk mengalokasikan makanan yang memadai untuk anak-anak mereka. Bukan hanya anak-anak, para penderita HIV di desa itu pun juga dikabarkan mampu memenuhi kebutuhan makanan dan akses transportasi untuk menuju tempat berobat secara lebih baik dibanding sebelum eksperimen dijalankan.

Lima, tingkat kehadiran anak ke sekolah meningkat. Sebelum eksperimen UBI, tingkat ketidakhadiran di sekolah cukup tinggi mencapai 40%. Banyak alasan penyebabnya, seperti ketidakmampuan orang tua dalam membayar uang sekolah anak-anaknya. Setelah program UBI berjalan, tingkat kemampuan membayar orang tua meningkat menjad 90% dan hampir seluruh anak memiliki seragam sekolah masing-masing. Angka putus sekolah anak pun turun drastis selama program berjalan, mulai dari 40% pada bulan November 2007, 5% pada Juni 2008, dan 0% pada November 2008. Sungguh sebuah dampak yang sangat menggembirakan dari UBI terhadap kualitas pendidikan dasar anak.

Enam, pemanfaatan fasilitas kesehatan meningkat. Sejak warga Otjivero menerima UBI, tingkat kehadiran mereka ke Klinik setempat ikut meningkat. Setiap warga akan diminta membayar $N 4 untuk setiap kunjungan mereka. Dari sini peneliti dapat melihat angka pemasukan klinik yang meningkat lima kali lipat dari N$ 250 per bulan menjadi N$ 1,300 per bulan. Dapat dibayangkan ketika mereka sebelumnya enggan memeriksakan kesehatan keluarganya dan berobat akibat tidak memiliki biaya, begitu mereka menerima UBI, mereka menjadi mampu untuk memeriksakan kesehatannya secara rutin.

Tujuh, UBI membantu mengurangi hutang rumah tangga. Hasil menggembirakan lainnya dari eksperimen UBI adalah turunnya rata-rata hutang rumah tangga dari N$ 1,215 menjadi $N 772 dalam rentang waktu satu tahun setelah program berjalan. Bukan hanya rata-rata hutang saja yang menurun, namun rata-rata tabungan warga pun juga meningkat yang ditandai dengan bertambahnya kepemilikan hewan ternak dan unggas. Dugaan bahwa konsumsi alkohol akan meningkat pesat selama program berhasil ditepis oleh warga desa dengan menunjukkan bahwa warga miskin pun mampu mengelola keuangan rumah tangga dengan baik apabila memiliki sumber daya yang cukup, utamanya berupa uang tunai.

Delapan, tingkat kriminalitas di lokasi percobaan menurun hingga 42% selama program berjalan. Tingkat pencurian hewan ternak yang merupakan kasus umum di desa pun juga mengalami penurunan hingga 43%. UBI juga dianggap mampu menurunkan angka ketergantungan perempuan kepada laki-laki serta relatif memiliki kebebasan dari tekanan seksual yang sering menimpa perempuan. Selain dampak-dampak di atas serta manfaat lainnya, secara keseluruhan, program UBI Namibia pun dianggap berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, mengurangi angka kemiskinan, serta mendorong pemberdayaan dan keberlanjutan masyarakat desa. Baik untuk janga menengah maupun panjang.

Meskipun dianggap berhasil, sayangnya program UBI ini belum diadopsi juga oleh pemerintah Nasional. Tentu hal ini dapat dimengerti. Sebab, kebutuhan finansial untuk mendanai program UBI secara nasional diperkirakan memerlukan N$ 1,2 hingga N$ 1,6 Milyar per tahunnya atau sekitar 2,2 – 3 % dari total GDP Namibia. Sebuah angka yang cukup besar. Selain persoalan finansial, tentu ada persoalan politik dan hal-hal lainnya yang menghambat komitmen pemerintah dalam mengadopsi program yang jelas-jelas mampu menurunkan angka kemiskinan dengan cukup signifikan ini.

Setidaknya, kini warga Namibia sudah berhasil memberikan contoh nyata kepada dunia bahwa dengan memberikan uang yang ‘kecil’ saja kepada setiap warga, telah memberikan dampak positif yang demikian banyak bagi keseluruhan komunitas. Dampak utama dan paling penting tentunya bukan hanya soal ekonomi, kesehatan, dan pendidikan semata, namun lebih dari itu adalah program ini mampu mengembalikan martabat kemanusiaan dan mengurangi kesenjangan yang selama ini menjadi hantu menakutkan bagi kemanusiaan.

[1] http://www.bignam.org/BIG_pilot.html

Related Posts